watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

HADIAH MENGIKUTI KURSUS

Peristiwa ini terjadi tahun 2002, ketika saya
ditugaskan untuk mengikuti Kursus Kearsipan
yang diadakan oleh Group Perusahaan saya.

Sebenarnya peristiwa ini tidaklah sengaja untuk
saya rencanakan, namun terjadi begitu saja
secara spontan, mengalir bagai air mengikuti
naluri manusia.

*****

Perusahaan di tempat saya bekerja pada awalnya
adalah penyedia jasa yang bergerak di bidang
bimbingan belajar di Kota Y. Namun seiring
dengan kemajuan yang dicapai, maka dicoba
untuk mengembangkan sayap pada bidang-
bidang lain seperti super market, sekolah tinggi
ekonomi, kursus komputer, travel and tour,
bahkan membuka rumah makan, yang semakin
hari semakin berkembang dan tidak hanya
menempati satu gedung namun tersebar di
berbagai tempat dan mempunyai kantor cabang
dikota-kota lain di Indonesia.
Saya bekerja sebagai staf di bidang adminstrasi
perusahaan dan menangani arsip-arsip
perusahaan yang semakin hari semakin
menumpuk saja. Seiring dengan perkembangan
tersebut diadakanlah training kearsipan bagi
karyawan-karyawan yang menangani arsip-arsip
perusahaan supaya ada kesatuan persepsi dan
model yang akan dipakai dalam penanganan
arsip, sehingga memudahkan dalam pencarian
kembali arsip yang telah lalu, maupun menyeleksi
arsip-arsip yang akan dimusnahkan supaya tidak
memenuhi gudang.

Ketika saya ditugaskan untuk mengikuti kursus
tersebut, saya langsung menyatakan setuju. Saya
merasa beruntung ditunjuk untuk kursus
kearsipan tersebut, karena selain tidak masuk
kantor juga bisa “refreshing” menyegarkan badan
dan otak yang sehari-hari hanya bergelut dengan
kertas dan kertas. Kursus diadakan selama 2
minggu dan menginap di subuah penginapan di
kawasan Kaliurang, suatu tempat rekreasi yang
sejuk di kaki Gunung Merapi.

Kursus kearsipan diikuti sekitar 30 orang laki dan
perempuan, umurnya berkisar antara 22 sampai
36 tahun, jadi masih muda-muda dan penuh
semangat. Ada yang sudah berkeluarga, ada juga
yang baru punya pacar. Walaupun kami dalam
satu group perusahaan, namun karena jarang
bertemu, terlebih yang dari luar kota, ya
kebanyakan dari kami belum saling kenal, hanya
satu dua orang saja yang sudah saling kenal.

Hari pertama kursus diadakan acara perkenalan
dari masing-masing peserta untuk menyebutkan
nama, alamat, asal sub perusahaan/kerja dibagian
apa, dan sebagainya sampai soal status keluarga,
anak serta suami ataupun istri. Setelah istirahat
siang, untuk lebih dapat menghafal nama serta
lebih kompak dalam kerjasama peserta diadakan
kegiatan dinamika kelompok dan dilanjutkan acara
Outward Bound selama 2 hari penuh.
Dalam dua hari tersebut hampir semua peserta
sudah saling kenal satu sama lain, bahkan ada
yang tampak akrab. Ketika acara istirahat siang
mereka sudah pada ngobrol satu sama lain,
saling curhat, saling mencari “jodoh” masing-
masing. Dan pada malam kedua itu kelihatannya
mereka sudah saling akrab bahkan hampir dari
semua peserta pada malam itu sesudah pelajaran
selesai kira-kira pukul 21. 30 WIB mereka
memutuskan untuk jalan-jalan keliling sekitar
penginapan sampai ke Gardu padang untuk
melihat pemandangan alam di sekitar Gunung
Merapi malam hari. Dan sungguh menakjubkan,
pada malam terang bulan itu Merapi terlihat indah,
gagah, namun menyimpan rahasia alam yang tak
dapat diraba oleh panca indera.

Dalam perjalanan malam itulah saya mulai
menemukan “jodoh” untuk diajak bincang-
bincang secara dengan dekat atau curhat bahasa
populernya. Sebut saja teman saya tadi Wiwik.
Masih muda sekitar 25 tahun, belum kawin
katanya, namun sudah punya pacar.
“Pacarku itu lho Om (begitu dia panggil saya)
yang antar aku ke sini tempo hari”.
“Oh, yang antar kamu tempo hari to Wuk”
sahutku.

Hari-hari selanjutnya semakin akrab aku
memanggil dia dengan panggilan Wuk, dan dia
memanggilku dengan Om.
“Kok, panggil aku Om, gimana sih?” godaku.
“Gini Om, soalnya dari perkenalan kemarin, Om
umurnya sudah sebaya dengan umur Pak Lik
atau Paman saya, jadi ya kupanggil saja Om.
Nggak apa-apa kan?” sahutnya.
“Oh, begitu to, oke deh” sahutku pula.
Pada Ju’mat pertama, saya coba ajak Wiwik
untuk jalan-jalan setelah akhir pelajaran. Waktu itu
jarum jam menunjukkan pukul 22. 00 WIB.
“Wuk, belum ngantukkan?” tanyaku.

“Belum Om, ada apa?” Wiwik balas bertanya.

“Yuk, kita jalan-jalan ke gardu pandang!” ajakku.

“Siapa aja yang akan kesana Om?” tanyaknya lagi.

“Aku nggak tahu, aku hanya ajak kamu jalan-jalan
malam ini, kan besok malam Minggu diberi
kesempatan pulang ke rumah masing-masing,
jadi ini kesempatan malam terakhir minggu
pertama untuk jalan-jalan. Kalau yang lain ada
yang ikut aku nggak keberatan, kalau tak ada
yang ikut pokoknya aku ajak kamu aja, mau
kan?” aku coba merayu.

“Gimana ya Om?” dia agak ragu menjawab.
“Aku sih sebenarnya juga ingin jalan-jalan, tapi
kalau hanya kita berdua gimana, ya, aku tak enak
sama teman-teman yang lain”, lanjutnya.
“Ya nggak usah dipikirkan, tuh mereka sudah
membuat kelompok-kelompok sendiri!” sahutku
pula.
Wiwik diam sebentar dan akhirnya memutuskan
mau kuajak jalan-jalan malam itu, hanya
berduaan saja.
Sepanjang jalan aku dan Wiwik ngobrol tentang
keadaan kantor masing-masing, tentang keadaan
alam, tentang keluarga, dan ngomong apa saja
untuk menghilangkan kejenuhan selama
perjalanan ke gardu pandang. Setelah jalan
beberapa ratus meter melewati tanjakan dan
tikungan tiba-tiba melewati tikungan yang cukup
gelap karena lampu penerangan jalan yang mati.

Wiwik berhenti sebentar dan berkata” Om, gelap
tuh jalan, gimana yuk balik aja”.
“Balik, tanggunglah yau, kan gardu pandang
tinggal beberapa puluh meter di depan, setelah
tikungan itu kan?” sahutku.
“Iya tapi kan cukup gelap, aku agak takut”
sahutnya pula.
“Nggak apa-apa, ada aku kok (gayaku sok berani),
yuk terus!” sahutku sambil secara reflek menarik
tangannya dan kugandeng terus melewati
kegelapan.
Wiwik, terus mengikuti, malah memegangku
semakin erat dan semakin dekat jaraknya
tubuhnya dengan tubuhku. Tercium, bau parfum
yang wangi dari tubuhnya. Hal ini semakin ingin
aku menggandengnya lebih lama. Akhirnya aku
dan Wiwik melewati jalan gelap sambil
bergandeng tangan terus sampat tempat gardu
pandang. Disana sudah ada beberapa pasangan
muda-mudi yang juda duduk-duduk sambil
memandang keindahan Gunung Merapi.
“Om, lepasin dong tangannya” pintanya.

“Oh maaf, ya Wuk, aku sampai lupa, habis
hangat sih” godaku.
“Om, nakal, besuk kuberitahu lho istri om, biar
dimarahi” sahutnya.
“Eh, ngancam, ya? Besuk juga kuberi tahu
pacarmu, hayo” balasku pula.
Wiwik mencubit tanganku, namun secara cepat
kupegang tangannya erat-erat dan kutarik
tubuhnya mendekati tubuhku, kutarik lagi hingga
tubuh kami berdua berdekatan.
“Ssst.. nggak usah ribut, nanti pada menengok
dan melihat ke sini semua” bisikku di telinganya.
Mata kami saling memandang, dan Wiwik pun
tersenyum.
“Oke, Om, nggak usah lapor-laporan, ya”
ucapnya pelan, kemudian aku pun membalas
senyumnya.
“Iya deh, Oreo, setujukan?”
Akhirnya malam itu kami duduk-duduk untuk
beberapa lama, ngobrol, sambil menikmati
pemandangan dari gardu pandang, yang pada
waktu itu Merapi telah diselimuti kabut cukup
tebal.

Jarum jam telah menunjukkan pukul 23. 30 waktu
setempat, hawa di pegunungan itu semakin
terasa dingin, satu persatu, sepasang demi
sepasang, mereka mulai meninggalkan gardu
pandang. Aku pun mengajak turun Wiwik
menuju tempat penginapan kami.
“Om, dingin sekali ya, Om dingin nggak?
tanyanya.
“Ya dingin sahutku pula, gimana to? tanyaku pula.
“Nggak apa-apa kok, yok kita turun” lanjutnya.
Tanpa berkata ba, bi, bu, ku gandeng tangan
Wiwik, dia tak menolak, aku semakin berani
untuk segera merangkulnya.
“Gimana Wuk? hangat kan? tanyaku.
“Om, nakal, besuk aku bilangan, sama istri Om”
sahutnya.
“Eit, kita kan udah janji, Oreo-kan” kataku pula.

Akhirnya Wiwk diam saja kurangkul dan kudekap
sepanjang perjalanan menuju penginapan,
mungkin merasa hangat dan lebih tenang seperti
yang kurasakan.
“Lepasin Om tangannya” katanya setelah terlihat
penginapan yang tinggal beberapa puluh meter.
Kulepaskan tanganku dan aku sengaja
menyenggol bukitnya yang ternyata cukup besar.

Wiwik hanya diam saja.
“Dah.. Wiwik..” kataku ketika kami berpisah dan
menuju kamar masing-masing.
“Dah.. Om, nakal” sahutnya sambil tersenyum.
Sabtu sore itu kami diberi kesempatan untuk
pulang mengengok keluarga masing-masing.
Aku pulang sendiri, Wiwik dijemput oleh
pacarnya, yang ternyata juga tidak begitu
ganteng.
“Selamat jalan, ya, hati-hati” kataku sambil
mengulurkan tanganku untuk bersalaman.

Wiwik pun menjawab “Terimakasih, Om, ini
kenalkan, pacarku”.
Aku pun terus bersalaman dan berkenalan
dengan pacarnya.
“Sigit” katanya singkat.
“Yanto” jawabku singkat pula.
“Senang ya punya pacar cantik, kok diajak pulang
sore ini, mengapa tak nginap di sini aja berdua,
sekaligus bermalam minggu di sini. Kalau mau
nanti aku mintakan izin sama panitianya. Aku
kenal kok sama ketua panitia kegiatan ini” godaku
pula.
Mereka berdua saling berpandangan dan
tersenyum malu.

“Nggak usah lah yau, nanti ndak lupa daratan”
sahut mereka berdua hapir bersamaan.
“Oke, kalau gitu selamat jalan, dan sampai
jumpa” aku berkata demikian sambil
melambaikan tangan. Mereka berdua pun
melambaikan tangan, menghidupkan mesin
motornya dan melesat turun ke kota.
Ketika aku masih bengong melihat Wiwik dengan
pacarnya sudah melesat pergi, tiba-tiba dari
belakang di tepuk pundakku oleh Pak Bandung,
salah seorang panitia yang telah kukenal
sebelumnya.

“Hayo! Dik Yanto jangan bengong aja, dulu waktu
muda kan pernah kayak gitu, ingat lho Dik Yanto,
anak dan istri telah menunggu dirumah untuk
berakhir pekan” katanya.
Aku pun terkejut, “Oh, nggak apa-apa kok Pak,
saya cuma setengahnya tidak percaya, itu lho
gadis cantik kayak gito kok pacarnya biasa saja,
nggak ganteng, kalau dipikir-pikir justru lebih
ganteng saya to Pak” jawabku pula.
Dan sambil menghidupkan mesin aku langsung
tancap gas turun gunung, mampir sebentar di
warung pinggir jalan, membeli juadah tempe
serta wajik untuk oleh-oleh anak istri yang telah
menunggu di pondok mertua indah.

Senin pagi itu para peserta kursus telah
berdatangan lagi untuk melanjutkan menimba
ilmu kearsipan. Kulihat Wiwik juga telah datang
dan tengah menikmati sarapan pagi yang
memang telah disediakan oleh pihak panitia. Aku
mendekat dan menyapa”Pagi Wuk, gimana
kabarnya, gimana malam minggunya, asyikkan,
saya tahu lho Wuk malam itu kamu tidak pulang
ke rumah tapi entah bermalam dimana” kataku
mencoba menebak-nebak sambil duduk didekat
Wiwik yang lagi sarapan pagi.
“Ah, Om ini sok tahu, kalau ya terus mau apa,
kalau tidak trus gimana” jawabnya agak ketus.

“Ya, nggak apa-apa, wong aku cuma bercanda,
kok” aku balas menjawab.

“Gimana Wuk, nanti habis pelajaran malam kita
jalan-jalan lagi, ya. Nanti jalan-jalan dengan route
yang lain dengan kemarin, oke?” aku mengajak
Wiwik.
Wiwik pun mengangguk tanda setuju.

Malam itu setelah pelajaran malam berakhir pukul
21. 30 kami berdua jalan-jalan mengelilingi taman
parkir, gardu pandang, telogo nirmolo, dan akhir
berhenti duduk-duduk karang Pramuka. Saat itu
Wiwik memakai jaket tebal dan celana jeans ketat.
Dalam keremangan malam terlihat bentuk kakinya
yang indah sesuai dengan tinggi badannya.
“Dingin Wuk?” tanyaku membuka percakapan.

kumpulan Cerita Dewasa Lainya, Dapat Anda Lihat & Baca Hanya Di :
www.ceritaindo.sextgem.com

“Ya dingin, mana ada tempat di Kaliurang yang
hangat” jawabnya.
“Ada saja” jawabku
“Dimana” tanyanya lagi
“Ya, disini” jawabku sambil aku menggeser
pantatku dan duduk berdekatan dengannya.
“Dimana Om?” Wiwik pun bertanya lagi
“Ya.. disini, coba pejamkan mata sebentar!”
perintahku.

Wiwik pun memejamkan mata. Pelan tapi pasti
Wiwik pun segera kupeluk dengan lembut dan
ternyata hanya diam saja.
“Dimana Om,? dia bertanya lagi
“Disini” jawabku sambil terus mempererat
pelukanku kepadanya.
“Om, nakal” Wiwik meronta tapi aku tetap
meneruskan pelukanku bahkan semakin erat dan
akhirnya perlahan-lahan dia menikmati juga
kehangatan pelukanku bahkan membalas dengan
pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan terus
peluk, kehangatan pun terus mengalir dan
kuberanikan diri untuk mencium pipinya,
mencium bibirnyanya. Dia ternyata menerima
dan membalas ciumanku dengan hangat.

“Oh.. Om..” desahnya pelan
“Oh.. Wuk, cantik sekali kau malam ini” rayuku
pula.
Tanganku selanjutnya menelusuri tubuh dibalik
jaketnya yang tebal. Aku sedikit kaget karena
Wiwik hanya memakai kaos “adik” (istilah kaos
yang kekecilan sehingga ketiak dan pusar terlihat)
singlet yang agak tebal.
“Nggak usah terkejut Om, aku sering melakukan
ini dengan pacarku” bisiknya.
“Lho, katamu dingin, kok pakai singlet?” aku balas
bertanya.
“Iya, tadi dingin, tapi sekarang sudah agak
hangat, kan ada pemanasnya” celotehnya pula.

“oo begitu, baru hangatkan? Oke kalau begitu
nanti kubuat kamu lebih hangat lagi, kalau perlu
sampai panas” lanjutku sambil terus mengelus,
meraba tubuhnya.
Dan akhirnya sampai dibukit yang cukup besar
dan kiranya mulai menegang. Tanganku berhenti
sebentar dibukitnya yang kenyal, kemudian mulai
kuremas-remas dengan kedua tanganku dari arah
belakang. Wiwik mulai melenguh kenakan.
“Oh.. Om, terus-terusin Om.., Om.. teruus”
Wiwik terus merengek.

Kemudian dia berbalik dan tangannya juga mulai
mememeluk tubuhku semakin erat. Tangannya
menuntun tanganku dari bawah kaosnya menuju
bukitnya dan ternyata juga tidak memakai BH.
Kuremas pelan-pelan dan semakin cepat seiring
dengan rengekannya. Kami berdua saling
berpelukan, saling berciuman, melumat bibir,
saling meremas, entah berapa lama. Kami
semakin tidak sadar kalau berada diruang terbuka.
Disekeliling kami hanya pepohonan hutan cemara
dikeremangan malam, diiringi suara cengkerik,
belalang serta binatang malam lainnya, dipinggir
tanah lapang itu. Kami pun tidak akan tahu
seandainya disekeliling lokasi itu ada yang melihat
baik sengaja mengintip atau tidak sengaja
melewati daerah itu.

Permainan terus berlanjut diudara terbuka itu.
Wiwik pun segera mengarahkan tangannya ke
daerah selangkanganku, mengelus dari luar
celanaku. Tahu bahwa “adik”ku telah bangun,
Wiwik pun segera memelorotkan celanaku yang
kebetulan waktu itu hanya memakai training.

Segera dikeluarkannya batang kemaluanku yang
telah tegak dan selanjutnya Wiwik mengemot-
emot, memainkan lidahnya dikepala kemaluanku
dengan semangat. Hal ini membuatku lupa
dengan istri dirumah yang belum pernah
melakukan hal yang demikian.

“Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. enak Wuk,
teruuss..”
Dan crot, crot, crot.., crot, crot.., crot..,
muncratlah spermaku dalam mulutnya yang
mungil dan sebagian lagi mengenai wajahnya
yang cantik. Aku hanya memejamkan mata
keenakan.

“Enak Om?” tanyanya.
Aku hanya mengangguk, mulut rasanya sulit
berkata karena hampir tak percaya kejadian yang
baru saja tadi. Ini adalah hubungan seks-ku yang
pertama dengan selain istri, walaupun baru
sebatas oral seks. Dan ternyata menimbulkan
kesan lain yang mendalam selain juga
mengasyikkan.

“Aku bersihkan ya Om” dan tanpa berkata lagi
Wiwik mengulum-ulum batang kemaluanku,
menjilat-jilat membersihkan sisa-sisa sperma
yang masih menempel sampai bersih, sih.
“Oh, Wuk..”
Sadar berada di alam terbuka, aku segera melihat
jam tanganku. Jarum jam telah menunjukkan
angka 23. 15. Aku segera mengajak Wiwik
meninggalkan tempat itu.


Adult | GO HOME | Exit
1/2280
U-ON

inc Powered by Xtgem.com